Sekolah di Amerika - Nominated Candidates dan MCU



"Iri sama Kak Kiki, bisa sekolah ke luar negeri."

Itu satu dari sekian pesan yang bilang iri ke saya setelah dapat beasiswa ini. Duh, capek juga sih bilang kalau semua ini dapatnya ndak semudah membalikkan telapak tangan. Orang cuma melihat dari luar saja. Ibarat gunung es, mereka cuma melihat puncaknya aja, tanpa tahu bagaimana kerasnya perjuangan yang saya lewati.

Semuanya benar-benar keras. Air mata, keringat, dan darah saya keluarkan selama proses mendapatkan beasiswa ini. Literally, darah, karena pakai acara MCU (Medical Check Up) yang Subhanallah panjang sekali prosesnya.

Cerita dari proses terpilih sebagai nominated participant dulu aja, ya. Jadi, setelah balik dari Jakarta dalam rangka wawancara CCIP, saya balik ke Luwuk tanpa membawa beban apa-apa. Saya memang orangnya optimis, tapi sekaligus realistis aja gitu, karena sumpah peserta yang lain luar biasa semua. Mereka datang dengan membawa "bekal" yang menurut saya tidak main-main. Ada yang prestasinya luar biasa, sudah mengikuti berbagai gelaran akademik di tingkat internasional, dan pengalaman yang segudang. Saya sempat dong minder, tapi saya ingat lagi kalau semua punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa ini. Tidak ada yang tidak mungkin, kalau ini rejeki saya, pasti tidak akan pernah tertukar dengan orang lain.

Jadi, saya balik ke Luwuk dan kembali aktif bekerja sebagai jurnalis di kantor. Saat itu juga saya sedang sibuk luar biasa, karena di Luwuk saya sedang menggenjot persiapan Festival Sastra Banggai yang saya prakarsai bersama teman-teman. Jadilah saya sempat lupa kalau saya ternyata sudah ikut wawancara beasiswa CCIP. Waktu berlalu, detik demi detik (ahelah!), sampai di satu sore saya baru bangun tidur siang di Surabaya (ingat banget kemarin lagi ikutan pelatihan di Jawa Pos), saya dapat email kalau saya dinyatakan lulus sebagai salah satu nominasi penerima beasiswa CCIP. Saya ingat betul, hari itu tanggal 16 Februari 2017, surat cinta dari AMINEF nangkring manis di kotak masuk saya. Rasanya? Jangan ditanya, nano-nano. Bahagia, senang bukan main, tapi langsung deg-degan karena ingat ini bukan tahap akhir. Masih nominasi, Ki. Jangan kepalang senang dulu!





Setelah membaca surat cinta tersebut baik-baik, saya beritahu kabar bahagia itu ke Mama Papa. Mereka ikut bahagia, tentu saja, tapi saya bilang kalau perjalanan saya masih panjang, ini bukan berarti saya sudah diterima secara resmi. Mereka mengerti, dan bilang apapun hasilnya, mereka tetap bangga sama saya. :')

Tidak lama setelah surat cinta itu masuk, surat cinta yang lain menyusul. Soal MCU. Nah, di sini mulailah petualangan pusing-pusing dan air mata serta darah dicurahkan. Haha, maaf kalau lebay, tapi itulah kenyataannya.



So, di MCU ini, sebagai peserta nominasi, kita diharuskan melengkapi semua persyaratan MCU sesuai standar State Department of US. Apa saja? Saya jabarkan di sini, ya!

1. Melakukan tes MCU di rumah sakit atau dokter umum. Nah, untuk yang mengikuti CCIP dan berasal dari Luwuk seperti saya, ada baiknya ke dokter umum saja. Kemarin saya periksanya di dokter Haris. Saya langsung ke tempat praktek beliau. Ah, ya, di sini kita hanya diperiksa secara umum gitu, kalau emang kalian punya penyakit bawaan dari kecil, pemeriksaan mendalam seperti x-ray atau rontgen sangat dibutuhkan. Untuk yang ini, aman.



2. Suntik mantoux. Nangis. Ini lumayan sakit. Di Luwuk, awalnya saya sempat takut kalau ndak ada tempat untuk suntik mantoux di Luwuk. Ternyata ada. Kalian bisa langsung ke dokter spesialis anak. Jadi maksud dari tes ini adalah untuk mengetahui apakah kalian mengidap penyakit TB atau tidak. Di tes ini, lengan kalian akan disuntikkan semacam cairan(lumayan sakit, pakai acara keluar darah pas disuntik, dan bekasnya berbentuk bentolan gigitan nyamuk), setelah itu kalian ndak boleh megang-megang atau garuk di bekas suntikan. Setelah 48 jam, kalian balik lagi ke dokter untuk dilihat apakah bekas suntikan masih berbekas atau tidak. Kalau tidak, artinya kalian negative TB, tapi kalau ada, tergantung ukurannya, kalau lebih dari 10mm (CMIIW), artinya harus ada pemeriksaan lanjutan dan kemungkinan kalian mengidap TB.

3. Melakukan vaksinasi. Ini yang bikin nangis-nangis banget. Kenapa? Karena menguras tabungan dan dapatnya super susah.



a. Vaksinasi polio dan DPT. Untuk yang ini sebenarnya sudah lengkap waktu kita masih bayi, tapi karena rekam bukti kalau saya sudah melengkapi imunisasi saat masih kecil sudah hilang, saya diharuskan untuk vaksin polio lagi. Ini sebenarnya diminta 3 kali, tapi setelah konfirmasi ke AMINEF, mereka bilang 1 kali aja lagi untuk sekarang. Ini lumayan mudah dapatnya. Saya kemarin langsung ke Puskesmas Kampung Baru dan ikutan antri divaksin sama bayi-bayi. Haha. Ini lucu sih. Orang-orang pada lihatin saya, dikiranya saya mau suntik vaksin pra-nikah atau suntikan hamil. OMG. Haha. Alhamdulillah yang ini gratis, tapi pasca disuntik saya demam. Anak bayi banget kan, abis divaksin langsung pakai acara demam.

b. Vaksinasi MMR (Measles, Mumps, Rubella) 2 kali. INI YANG SUBHANALLAH MAHAL DAN SUSAH. Huhu. Ah, ya, lupa bilang kalau di proses MCU kali ini, AMINEF menanggung biaya kita sebesar 1 juta rupiah. Masalahnya adalah, harga dari vaksinasi MMR ini mahal banget pas jaman saya kemarin. Selain mahal, susah pula. Apalagi untuk saya yang domisili di kota kecil. Saya sampai harus nelpon ke semua klinik terkemuka dan RS besar di kota-kota besar. ZONK. Mereka menyatakan kalau vaksin ini sudah lama banget kosong. Saya nangis dong. Huhu. Alhamdulillah akhirnya nemu Klinik Harmoni Jakarta. Mereka punya vaksinnya. Tapi saya jadi sedih. Di Jakarta, artinya saya harus terbang ke sana dengan biaya lebih dari 3 juta, belum lagi sekali suntik waktu itu harganya hampir 1 juta. Alhamdulillah, setelah diskusi sama pihak klinik, mereka sepakat kalau saya bisa suntik lewat dokter mitra mereka di Makassar. Saya tidak punya pilihan lain, akhirnya saya terbang ke Makassar dan suntik MMR di sana, nama dokternya Dr. Ati Uleng, kalau mau kontaknya, silakan japri saya, ya. Setelah tuntas MMR pertama, untuk MMR kedua saya dan teman-teman kandidat yang lain sepakat untuk suntik ramai-ramai pas PDO (Pre-Departure Orientation) di Jakarta nanti kalau dinyatakan lulus sebagai penerima beasiswa terpilih (cerita PDO menyusul, ya!)

Ah, ya, di sini juga udah diminta melengkapi paspor. AMINEF pun menanggung biaya paspor kita (AKU SAYANG AMINEF). Untuk yang di Luwuk, bisa langsung bikin di Kantor Imigrasi di Halimun. Gampang banget, dan cepat jadi pula paspornya. Aku cinta. Kalau kalian sudah sampai di tahap ini, harus rajin-rajin tengok kotak masuk surel, soalnya akan ada banyak sekali tambahan info yang kalian terima. Kalau kurang jelas, bisa langsung telepon staf AMINEFnya. Kemarin, di seluruh proses, saya ditangani sama Mas Dion yang superrrrrr baik. Beliau menjawab semua keraguan dan pertanyaan saya. Sehat selalu, Mas Dion. :')

Segitu saja cerita saya kali ini. Saya harus ngerjain PR esai 5 bijik yang ngegemesin banget temanya. DOH. See you in the next post!

XOXO,

Kiki

All gifs from here.

Comments

Popular Posts