Jangan Menikah!

cr

Disclaimer: Tulisan ini sepenuhnya pendapat pribadi. Subjektif banget. Boleh setuju, boleh tidak. Ehehe.


Di usia yang sudah nyaris seperempat abad tiga tahun ke depan, udah banyak banget yang nanya-nanya ke saya kapan nikah. The funniest thing is, bukan bapak ibuk saya yang nanya soal itu, tapi orang-orang sekitar yang mungkin baru sekali dua kali ketemu. Kenal banget juga nggak. Tapi pas nanya soal kapan nikah, mereka seolah paling tahu isi kepala dan isi hati saya.

Yep. Nikah muda memang lagi tren banget di Indonesia. Banyak sekali pasangan-pasangan muda super unyu yang melangsungkan pernikahan di usia yang belia banget. Masih belasan tahun pula. Belum lagi julukan jomblo yang selalu lekat jadi ejekan di lingkungan sosial. Jomblo jadi bahan ejekan, dibully sama teman-teman bahkan keluarga. Bukan hanya di dunia nyata, di dunia maya pun status jomblo itu seakan-akan aib.

Belum lagi nih, kalau dibungkus dengan alasan agama. Tabik. Saya bahas di blog soalnya lagi gerah banget sama semuanya. Berawal dari beberapa waktu kemarin, ada anak ustaz kondang yang nikah di usia yang super duper muda, semua pada baper. Akun-akun ajakan nikah muda bertebaran di media sosial. Isinya ya ngomporin anak muda buat nikah muda. Komennya lebih bikin kening saya tambah berkerut. Semua komen baper dan pada mention ke pacarnya buat dinikahin sesegera mungkin. Pas saya iseng nengok akunnya, doh masih anak SMA. Kok miris ya?

Kamu kenapa sih, Ki? Itu kan bagus banget!

Hm, iya bagus kalau kamu sudah siap. Bukan cuma siap dari segi lahir batin aja ya. Menikah itu ndak semudah kamu bilang I do ke si calon pasangan. Balik ke kasus anak ustaz, ya iyalah, doi udah siap secara lahir batin dan finansial. Maaf kata, saya anaknya praktikal banget, jadi realistis aja gitu. Nikah dan tinggal seatap dengan berbagai komitmen, artinya saya pantang buat minta-minta ke orang tua atau keluarga, artinya saya dan pasangan harus sudah siap secara ekonomi untuk kehidupan berdua.

Itu baru satu sisi ya, ekonomi. Secara kesehatan juga, perempuan baiknya menikah di usia yang matang dan baik untuk kesehatannya. Secara kesehatan, perempuan sudah dikatakan siap menikah setidaknya di usia 22 tahun. Di usia tersebut, rahim perempuan sudah siap untuk dibuahi. Itu kasarnya ya. Karena perempuan yang nikah di usia belasan dan melahirkan di usia belasan, risikonya besar banget. Apa kabar nenek-nenek kita dahulu, Ki? Doh, itu mah beda ya. Dulu penyakit-penyakit dan segala virus ndak seganas sekarang. Sekarang nih, kalau mau nikah, laki-laki dan perempuan bakalan disuntik vaksin dulu, dan 'dibersihkan" dari segala macam bibit virus, karena efeknya menyeramkan. Tumor, kanker, you name it.

Jadi kamu nggak dukung nikah muda, Ki?

Saya dukung. Dukung kalau itu memang keinginan yang disadari dan dipertanggung jawabkan sepenuhnya oleh kedua mempelai. Bukan keinginan impulsif istilahnya. Dan lagi, harus banget dipikirkan matang-matang. Kemarin, di salah satu platform media sosial, satu teman saya ngeshare foto laki-laki yang captionnya siap menikah dan bisa menghubungi nomor yang tertera kalau berminat. I was like, what the h*ll! Komen dong saya. Anaknya emang gini, nggak bisa diem. Kutanyalah apa maksudnya itu. Dia jawab cengengesan. I was totally speechless. Dia nanya apa yang salah. Saya jawab aja, udah kayak perdangangan manusia aja. Istilah kasarnya udah kayak Tinder versi syariah. Menikah tuh butuh persiapan dan pemikiran matang-matang. Kamu harus paham dan tahu betul orang macam apa yang bakalan kamu nikahi. Menikah buat saya hal sakral yang sebaiknya dilakukan sekali aja seumur hidup. Makanya, harus paham betul-betul soal jenis manusia apa yang bakalan saya lihat tiap hari mukanya, yang bakalan saya ajak diskusi dan tukar pikiran tentang banyak hal, yang bakalan saya bersamai sampai jatah hidup saya habis. Begitu.

Balik lagi, sekarang saya lagi sekolah. Jauh dari rumah. Balik nanti, saya sudah punya segudang rencana, salah satunya ya bakalan lanjut studi ke jenjang yang lebih tinggi. Pas saya ngabarin ke ibu bapak, mereka super happy dong. Eh tapi, banyak juga yang komen miring soal pilihan saya. "Kamu ndak bakalan nikah!" atau "Ndak bakalan ada laki-laki yang mau sama perempuan kalau sekolahnya ketinggian!" or "Buat apa sekolah tinggi-tinggi? Nanti kan ngurus anak sama suami juga kalau udah nikah!"

BOOOOM!

Benci banget sih dengar omongan itu. Tapi ya, males juga nanggepin satu-satu. Lelah, Sis. Jadi saya biasanya cuma pasangan tampang super flat ke mereka, jadi mereka males lanjutin omongan yang saya juga males dengernya. Menikah buat saya bukan hanya sekadar menikah dan melewati hari-hari indah bersama. Lo kata drama Korea. Menikah buat saya, orang itu udah siap untuk tahu kelebihan dan busuk-busuknya saya. Orang itu udah paham apa pandangan saya ke depan. Orang itu mau sama-sama menyatukan visi dan misi buat pencapaian-pencapaian gemilang di masa depan. Orang itu mau sama-sama duduk dan diskusi hal apa aja; musik, politik, agama, masakan, seks, atau hal remeh soal rok apa yang bagusnya saya beli sehabis gajian. Yang paling penting, menikah buat saya adalah menemukan orang yang tepat yang mau menempatkan saya di posisi sejajar di dalam pernikahan. Bukan yang patriarki. Bukan yang mau menang sendiri.

Pertanyaannya, apakah akan sulit menemukannya? Nggak juga sih, insya Allah. Beberapa teman perempuan saya banyak yang menemukan laki-laki seperti itu. Dan saya yakin, mereka bakalan bertumbuh jadi pasangan yang keren. Kenapa? Sebab mereka tahu betul apa tujuan mereka menikah. Bukan hanya sekadar keinginan impulsif karena desakan dan pertanyaan-pertanyaan bodoh dari lingkungan sosial. Pertanyaan selanjutnya, apakah saya ingin menikah? Saya masih ragu mau jawab iya atau tidak. Honestly. Entahlah. Saya butuh berpikir panjang soal ini. Buat sekarang, saya hanya bias jawab, if it happens, it happens. Doa-doa baik dari orang tua dan orang-orang yang tidak rese sama hidup saya adalah yang paling penting sekarang ini.

So, jangan menikah hanya karena teman kalian sudah menikah. Jangan menikah hanya karena baper dengan ejekan kalau kalian masih sendiri. Jangan menikah hanya karena kalian sudah merasa siap banget di finansial, tapi batin masih menolak, begitupun sebaliknya. Jangan menikah hanya karena merasa terpanggil oleh caption-caption di media sosial. Jangan menikah hanya karena kalian merasa sudah di batas umur, nggak ada itu! Jangan menikah hanya karena kalian takut dicap perawan tua atau perjaka tua oleh lingkungan sosial, sungguh, itu adalah alasan paling bodoh. Jangan menikah hanya karena ketakutan kita akan pandangan orang lain karena masih memilih sendiri. Lalu kapan sebaiknya menikah? Renungkan, kalian sendiri yang paling tahu jawabannya.


Virginia, awal musim gugur 2017,

Kiki

Comments

  1. Nyaris setengah abad atau seperempat abad, nih, mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh astaga seperempat abad haha, terima kasih koreksinya, Mbak.

      Delete
  2. Seandainya semua orang punya pikiran kyk kamu ya mba.. Trutama semua orang kepo di luar sana yg suka banget nanyain pertanyaan basi dan ga penting gitu.. Ato anak2 alay yg ntah ngerti ntah ga kalo nikah itu bakal banyaaaaaak banget yg dipersiapkan nantinya. Mikirnya ya kok yg enak doang hufft... Makanya aku mau persiapin anak2 skr, supaya mereka ga punya pikiran gitu. Cari ilmu aja deh setinggi2nya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setiap orang beda2 banget, Mbak. Tergantung gimana lingkungan dia juga. Alhamdulillah di lingkunganku jarang banget yang kepo urusan pribadi orang, apalagi sekarang sdg tidak di Indonesia which is orang2 di sini pegang prinsip "elo ya elo, gue ya gue." Semoga makin banyak ya mbak yang sadar kalau ada pertanyaan2 yang tidak seharusny akita tanyakan ke orang lain. Terima kasih sudah mampir! :)

      Delete
  3. Saya juga dukung nikah muda, dan dulu pengen banget nikah muda. Tp karena calon pasangan pun belom mapan mending di pending. Bener banget, pantang minta2 lagi ke ortu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi, iya mbak banyak banget loh yang perlu dipikiran sebelum melangkah maju lebih jauh. Terima kasih sudah mampir, Mbak.

      Delete
  4. Dulu juga saya suka ditanya kapan nikah, kapan nikah terus. Suka capek hati jawabnya. Tpi klo emang waktunya nikah ya nikah. Allhamdulillah akhirnya jodoh saya datang juga. Malah skrg udh pny anak. Jd sgala sesuatu itu ada wktunya yg pntinh kita brsaha dan brdoa

    ReplyDelete
  5. Pemikirannya persis sama dengan saya ketika saya sedang berada di usia duapuluhan😀 sekarang saya sdh tuwir, dan sudah menikah, akhirnya...😄

    ReplyDelete
  6. Hehehe tiap orang bisa cara yang berbeda untuk bahagia ya. Ga harus dengan pola yang sama :)

    ReplyDelete
  7. Jangan menikah pula hanya karena umur yang udah menua.

    Body boleh tua, jiwa jangan. Jadi pengen balik remaja lagi biar bisa nikah muda lahhhh

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts