Membangun Banggai Melalui Komunitas Literasi




Oleh: Reski Puspitasari A. Sululing
(Ketua Umum Forum Lingkar Pena Kabupaten Banggai)


Kehidupan bermasyarakat kita tidak bisa dipisahkan dari dunia literasi. Oxford Advanced Learners’s Dictionary memberikan pengertian bahwa literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis, dengan kata lain “melek” aksara. Namun, di Indonesia sendiri, tidak ada  istilah literasi dalam konteks pembelajaran, dan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kita tidak dapat menjumpai lema literasi. Poinnya sama, literasi atau mampunya seseorang membaca dan menulis merupakan pendidikan dasar manusia sekarang agar dapat menghadapi tantangan dunia dan globalisasi yang semakin menggila.
Sayang sekali, di Indonesia, makna literasi yang berevolusi dari masa ke masa sangat berbanding terbalik dengan kemajuan kita dalam budaya literasi. Ini terbukti sejak lima belas tahun silam, Indonesia telah berpatisipasi ke dalam proyek penelitian dunia untuk mengukur literasi membaca, matematika, serta ilmu alam, dan proyek ini membuktikan bahwa Indonesia berada di posisi terbawah dalam literacy purpose.
Tentu, sekali lagi, budaya literasi sangat erat kaitannya dengan pola lingkar hidup masyarakat, tidak terkecuali masyarakat beradat Kabupaten Banggai. Menurut Trini Haryanti:2014, ada banyak cara membentuk budaya literasi di masyarakat dengan cara yang menyenangkan; pendekatan akses baca, kemudahan akses mendapat bacaan, menggratiskan bahan bacaan, serta melakukannya dengan cara terus-menerus. Ini menjadi tugas yang tidak bisa dikatakan mudah, mengingat tugas membangkitkan gairah membaca masyarakat Banggai yang masih lemah, maka membudayakan literasi pun bisa dikatakan sulit, namun bukan mustahil.
Pepatah berbunyi, ada banyak jalan menuju Roma. Maka, begitu pula membangun daerah dengan budaya literasi, kita punya banyak opsi serta cara, satu dari banyak cara itu yakni melalui komunitas. Komunitas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kelompok orang atau organisme yang banyak serta saling berinteraksi satu sama lain. Artinya, komunitas menjadi kunci penting dan tolok ukur untuk mendongkrak budaya literasi di Kabupaten Banggai tercinta. Komunitas yang dimaksud di sini tentu saja komunitas literasi yang bergerak di bidang kesusastraan dan membangun rasa cinta terhadap budaya literasi melalui penetrasi besar-besaran.
Di Kabupaten Banggai sendiri sebenarnya sudah terdapat beberapa organisasi komunitas yang bersinergi ekstra untuk membumikan literasi demi Banggai yang lebih baik. Mereka hadir untuk membantu pemerintah yang (semoga) tengah bekerja keras menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap literasi. Gerakan Luwuk Membaca, salah satunya, telah menunjukkan eksistensi serta kepeduliannya di Tanah Banggai terhadap geliat literasi. Kegiatan Minggu Membaca yang digalakkan setiap hari Minggu menjadi satu bukti betapa komunitas menjadi satu “cambuk” yang aktif untuk menggugah kecintaan literasi di Banggai. Berturut-turut Forum Lingkar Pena, komunitas kepenulisan terbesar di Indonesia yang sudah melahirkan ribuan penulis aktif yang juga peduli terhadap perkembangan budaya literasi Indonesia, telah lahir di Kabupaten Banggai. Meski terhitung baru di kabupaten ini, namun semangat para penggiat komunitas akan dibuktikan di masa-masa yang akan datang. Dan, semoga akan banyak lahir komunitas-komunitas penggiat sastra lainnya.
Maka, sudah menjadi tugas kita semua, masyarakat tanah Banggai, untuk memajukan daerah ini, dan salah satu caranya melalui budaya literasi. Merasa iri terhadap majunya budaya literasi daerah lain seperti Ibu Kota Jakarta, atau yang paling dekat, Makassar, rasa-rasanya bisa dijadikan cambuk untuk menjadi lebih baik. Sebab, masyarakat akan menjadi keren sendirinya dengan majunya wawasan serta budaya literasi daerah tersebut.

Menutup tulisan ini, penulis merasa bahwa sangat perlunya partisipasi semua lapisan masyarakat untuk memajukan Kabupaten Banggai melalui budaya literasi, hingga tercipta masyarakat yang berbudaya dan membumikan kecintaan terhadap literasi serta sastra di tanah BABASAL kita tercinta.

Tulisan ini dimuat di Harian Luwuk Post, edisi Rabu, 18 Nopember 2015

Comments

Popular Posts