Rerintik di Atas Kepala Saya



Saya menatap kalender dengan mata sempurna menyipit. Ada banyak deretan angka. Lamat-lamat, saya saksikan beberapa bulatan merah diperbuat oleh jemari saya sendiri. Banyak. Iya, bulatan tersebut berarti sesuatu yang paling sering saya sumpahi ketika bangun dari pembaringan; deadline. Entah mengapa, mahasiswa semester akhir seperti saya selalu terpapar sensitif jikalau bersua kata tersebut.

Banyak cerita di setiap bulatan kalender tersebut. Terkadang, di satu tanggal ganjil, ada bulatan merah dengan gambar hati di sudut angkanya. Artinya, itu adalah waktu dimana saya harus meluangkan diri bersama diri sendiri dengan berjalan menyusuri pantai hanya menggunakan sandal jepit lalu berselonjor kaki, membiarkan ombak menepuk-nepuk ujung kerudung saya. Hingga basah. Lalu tawa bahagia sempurna terbit dari wajah saya, meluapkan semua kekesalan pada bulatan lain di pertanggalan tadi.

Berturut-turut hari bergulir, banyak pintu yang harus saya buka. Dan pada setiap kunci yang berfungsi sebagai pembuka pintu-pintu banyak tadi, saya tidak boleh sering mengumpat bulatan-bulatan merah di pertanggalan yang saya tempel di dinding. Itu kata Mamak.

Lalu saya hapus segala resah biru yang saya senantiasa temui. Entah ketika tugas kuliah yang menumpuk tak kunjung selesai, atau penasehat akademik yang selalu rewel untuk dibawakan referensi banyak soal proposal penelitian saya. Iya, tidak jarang saya menangis. Mengeluarkan segala sesak yang mengantri di baik rongga dada saya. Tapi, ketika berbalik pada nasehat orang tua di kampung, semua kekesalan itu lenyap. Dan, satu keyakinan saya bahwa semangat saya tak akan pernah padam sampai toga bertahta manis di atas kepala saya.

14:11 dan masih mendapat tantangan permainan frasa dari Kak Adi.

Comments

Popular Posts