KKN, Baliho, dan Hotel Mewah

Agaknya pembaca akan mulai kebingungan membaca judul tulisan saya kali ini --halah--, yang mungkin saja bertanya-tanya apa korelasi diantara ketiganya. Muahaha, sederhana, ini tentang perjalanan saya hari ini bersama saudara saya, Nur Khofifah. Jadi ceritanya begini...

Krik...
Krik...
Krik...

Pagi ini, tertanggal dua puluh tiga Mei dua ribu empat belas, kami berdua memutuskan untuk pergi mengurus hal-hal yang berkaitan dengan KKN (bukan korupsi, kolusi, dan nepotisme ya! :p), berhubung tahun ini adalah giliran kami untuk melewati tahap tersebut. Maka tepat pukul sepuluh pagi, kami berangkat ke Gedung Phinisi untuk mengambil blangko formulir KKN di bagian kemahasiswaan dengan menaiki bentor dari kontrakan.

FYI, bagi yang belum pernah lihat penampakan Gd. Phinisi Universitas Negeri Makassar. :) (Pic Source: Google)

Setelah urus sana-sini, kami memutuskan untuk makan es kelapa muda yang ada di sepanjang jalan poros depan gedung. Setelah jalan sekitar sepuluh meter, mata kami tertumbuk oleh penampakan baliho yang super besar bertuliskan "Pameran Kuliner Internasional" yang diadakan di Hotel Grand Clarion Makassar. Sayangnya, saya tidak sempat memotret penampakan baliho karena sibuk membaca dengan seksama isi baliho. Acaranya sudah dimulai sejak dua hari, dan hari ini adalah hari terakhir pameran. Banyak foto makanan yang menggugah selera dipampang di baliho. Kemudian, bakat sotoy kamu berdua pun kumat.

"Ikut yuk!" Nur menyikut lengan saya.
"Err.. Bolehlah. Hayuk." Saya mengangguk mantap. Kebetulan, hotel yang dimaksud berada tepat di depan Gedung Phinisi.
"Tapi ini gratis kan?" Nur mulai ragu. Saya juga ragu, apalagi, hotel yang ditempati pameran adalah salah satu hotel termegah di Tanah Sulawesi.
"Hm, kayaknya kalau pameran gratis deh. Lagipula, tidak ada HTM yang tertera di baliho. Kan?" Saya bertanya retoris. Nur mengangguk. Dan kami pun masuk ke pelataran hotel. Jangan tanya, pakaian dan tampang kami sangat jauh dari kesan konglomerat, yah, jatuhnya seperti mahasiswa kere di akhir bulan yang sekarat. Miris.

Langkah kami mantap memasuki pelataran hotel. Gedung megah yang angkuh berdiri pongah di hadapan. Terlintas sejenak di kepala saya, semegah apapun gedung atau hotel itu, rumah di kampung adalah tempat paling nyaman di seluruh penjuru dunia. Oke. Saya mewek. Oke.

Pelataran Grand Clarion Hotel. Fotonya miring. Ndak bisa diedit. Hih. (Taken by iPhone)

Kami bertanya pada satu staf hotel dimana letak pameran tersebut. Dia menunjuk sudut kiri gedung. Kami berjalan kesana. Memasuki tempat pameran yang karpetnya seperti ingin menenggelamkan sepatu seratusan ribu kami (saking tebalnya karpet itu), wewangian makanan yang menggoda perut, belum lagi suhu pendingin udara yang bisa membuat flu jika berlama-lama. Saya belum terbiasa. :D

Memasuki pintu masuk, kami ditahan oleh satpam. Degh! Apa ini?

"Mbak, tolong registrasi dulu disana!" Si Satpam tanpa kumis menunjuk salah satu spot yang dijaga oleh beberapa personel SUJU, haha, wajah mereka dihiasi mata sipit soalnya. Saya dan Nur saling tatap. Arti tatapan kami sama, registrasi artinya bayar, kan?

Kami melangkah lunglai menuju spot yang ditunjukkan satpam tadi. Si Mas SUJU memberi instruksi untuk mengisi formulir pendaftaran. Nur mengisi terlebih dahulu, lalu saya. Kami saling sikut, takut-takut kalau bayar. Setelah Si Mas mengetik data kami di komputer, dia berkata,

"Sepuluh ribu per orang." Kami berdiri mematung, hampir saja jantung copot. Syukurlah hanya sepuluh ribu. Padahal, jika bayarnya lebih dari itu, kami sudah punya plan B, pura-pura angkat telepon emergency dan segera kabur dari tempat itu secepatnya. Haha. :D

Ngisi formulir dengan detak jantung yang seolah-olah mau copot. :D (Taken by iPhone)

Setelah mengisi formulir dan membayar, kami diberi semacam tanda pengenal untuk masuk ke dalam.
Astaga miring lagi. Malas ngedit. :D (Taken by iPhone)

Masuk ke dalam banyak makanan. Ada spot untuk icip-icip dengan porsi mini. Tapi mayan lah ya. :D
Kpi Italia. Warnanya oranye. Rasanya enak. Harganya mahal, tapi kalau yang ini icip gratis kok. Miring lagi ya? Iya sengaja biar oke. -apose- (Taken by iPhone)



Ada lomba masak. Pesertanya usia di bawah dua puluh lima tahun. Saya, Chef Marikaka, melaporkan. :D (Taken by iPhone)
                         

Tatanan panggung di corner utama pameran. Kinda cool! (Taken by iPhone)
Saya juga icip-icip banyak makanan lainnya. Cokelat yang super enak tapi harganya setara dengan satu buah kerudung cantik, teh tarik yang ampun mahal juga, dan banyak lagi. Segitu dulu ya cerita absurd saya hari ini. Pesannya, jangan malu untuk sotoy, karena di balik ke-sotoy-an kita akan ada banyak sekali pengalaman yang ndak bisa terbayarkan.

Salam Kuliner,
Kio. :D

Comments

Popular Posts