Karena Ini Kenangan, Bukan Kekonyolan

Kau ingat kan, saat rok merah kita sobek karena memanjat pagar sekolah?
Bukan, kita bukan bolos. Tapi takut kalau-kalau pantat kita disuntik oleh dokter. Pulang ke rumah, kita dimarahi habis-habisan oleh mamak kita, kita menangis sesenggukan setelah itu mamak lupa terhadap rasa marahnya sambil berlalu ke mesin jahit di ruang tengah untuk membenahi rok-rok itu.
Atau, kau masih ingat tidak saat kita berebut mencungkil buah asam tepat sehabis ashar?
Aku selalu berhasil mencungkil lebih banyak, karena tubuhku jauh lebih tinggi dan kayu yang kupakai jauh lebih panjang. Kau merajuk. Tapi setelah itu tak ada lagi kekesalan, kita duduk di bawah pohon asam bersama-sama menyantap buah asam. Aku selalu ingat bagaimana tampang kita saat buah yang terasa sangat asam masuk ke mulut. Lucu.
Masih ingat juga kan tentang permainan dende, lompat tali, petak umpet dan seseruan lainnya?
Selalu ada keriangan, kadang marah, lalu pulang dengan banjir peluh dan rasa kesal karena merasa dicurangi. Tapi esok di sekolah, kita lupa semuanya dan kembali merencanakan janji untuk bermain lagi di saat sore.
Pun saya juga selalu ingat, semoga kau pun ingat, soal bagaimana kita selalu menumbuk dedaunan dan tanah merah dan berlagak seperti chef.
Haha, sangat lucu. Setelah 'masakan' kita rampung, kita menjajakannya pada teman yang lain, yang dibayar menggunakan uang-uangan daun, lalu kita menyimpannya rapi di dompet-dompet bertuliskan nama toko emas. Setelah dedaunan itu kering, kita membuangnya lalu menggantinya demgan dedaunan baru.
Ada juga yang tak bisa saya lupa, yakni saat kita belajar mengaji di masjid setiap sore.
Kau, aku, kita, saat pelajaran sudah dimulai, selalu bolak-balik di tempat wudhu, alasan kita pada ustadzah karena wudhu kita batal, padahal bukan karena itu, melainkan karena kita ingin bermain air dan saling berciprat-cipratan di sana. Lalu selalu saja kita dipergoki ibu-ibu bermuka masam yang berteriak menyuruh kita kembali ke dalam masjid. Haha.

Sekarang saya, pun kau sudah jatuh dewasa. Tak ada lagi kekonyolan seperti di atas yang saya temui. Bahkan saat bertemu, kau dan teman-teman yang lain telah menjelma menjadi sangat mengesankan. Ketua ikatan badan mahasiswa inilah, koordinator divisi itulah, pemimpin redaksi harian kampus anulah. Wah, saya tidak pernah menyangka bahwa teman sepermainan kecil saya akan berubah menjadi semengesankan ini. Tak ada yang lebih indah selain bernostalgia kan katamu? Semoga besok-besok kita bisa berkumpul di satu lapangan lepas, sambil bermain dende lagi, Teman.

Ketika deru hujan masih setia menguarkan kenangan.
15:58

Comments

Popular Posts