Hujan Silam, Hujan Dewasa

Hujan selalu berbisik
tentang kenangan-kenangan
tentang janji-janji masa depan
pun tentang keresahan

Kita selalu menari
dahulu di bawah tempias hujan
menjulurkan jari-jari kita di bawah atap mamak
kemudian berlarian pulang disebab dingin yang menyergap
lalu segelas teh hangat siap di bawah tudung saji
kemudian kita mengeluh tentang jari-jari yang mengerut atau bibir yang gemetaran
disusul tentang cerita keong lambat yang berhasil kita tangkap dan pindahkan dari rinai deras

Semenit dua menit kita menguap satu-satu
berlarian mengepung diri di atas seprai hangat berbau daster mamak
saya bercerita banyak
kau mengangguk sambil menyisiri rambut saya dengan jemari kekarmu
lalu mamak datang menggelitiki kaki kita satu persatu

Wahai, Bapak
hujan dewasa ini tak lagi ceria seperti hujanku silam
ada banyak derap beban di setiap rintihnya
tak ada lagi mandi di bawah deras hujan
tak ada lagi teh manis yang mengepul
tak hadir lagi gulatan canda di seprai biru tua milik kita bertiga
hanya mendengar suara kalian, bapak mamak
dari sebuah benda kotak hitam tanpa lilitan kabel
ditemani rinai tetes hujan
saya jauh
ribuan kilometer
mendekap rindu yang bersesakan
adakah pulang nanti bisa kita bermain hujan lagi, Bapak?

16.49 ketika Makassar diderap hujan dan tugas semakin mencekam menyentuh deadline

Comments

  1. like it :') kio, follow blog kia yaaa :) www.ceritaulya.blogspot.com

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts