Sebal
cr |
Dih, apaan, setelah sekian abad ndak nulis, giliran nulis judulnya gitu amat. Sehat, Ki?
Halohalohalo, maaf karena setelah skeian lama, saya baru bangkit lagi di dunia blog-blog ini. Pembacaku pasti mengerti, betapa sibuknya diriku akhir-akhir ini. *dih, pede amat gitu banyak yang baca? haha.*
So yah, alhamdulillah saya sehat. Setelah melewati sekian banyak hal yang cukup menguras pikiran dan isi dompet, akhirnya saya terpikir lagi untuk menulis di sini. Like seriously, menulis di sini adalah salah satu jalan untuk membikin pikiran saya tetap waras. Di antara begitu banyak hal yang mampu bikin emosi saya meledak-ledak, tagihan yang belum lunas, deadline kerjaan dan juga utang tulisan yang tak kunjung kelar, berkas ini-ina-itu yang belum rampung, serta undangan teman senagkatan yang menumpuk di kamar. Huhu, maaf saya jadi curhat, karena sungguh, menulis di sini adalah salah satu cara menjaga kewarasan saya.
Judul tulisan kali ini sebal. Yap. Apalagi, kali ini saya akan curhat panjang lebar soal kekesalan-kekesalan saya belakang hari. Selain soal pertanyaan "kapan" yang bikin telinga panas, ada begitu banyak hal yang kadang bikin saya pengin beli sebidang tanah di Mars dan tinggal di sana. Selamanya. Tanpa orang-orang menyebalkan dan juga mantan kekasih yang pernah membikin hati ngilu.
Saat mengetik tulisan ini, saya baru saja pulang dari Rumah Sakit Daerah di kota saya, Luwuk. Oke, saya sebut merk ya kayaknya, soalnya RSUD ini adalah satu-satunya RSUD yang ada di Luwuk. Jadi, saat saya ingin mengambil motor di parkiran, seperti biasa, akan ada tukang parkir yang datang menghampiri. Nah tadi, yang datang itu mas-mas berwajah jutek dan langsung nengadahin tangannya ke saya. Otomatis saya langsung minta karcis sebagai tanda bukti. Saya (s), mas-masnya (m).
m: "Dua ribu, cewek!" (Dengan nada jutek abis)
s: "karcisnya mana, Pak?"
m: (nengok ke temannya) "karcisnya habis."
s: "ya sudah ya, saya bayar seribu, saya tahu harga di karcisnya seribu."
m: "Dua ribu, Cewek. Seribu itu harga lama." (dengan nada ngotot, lalu tiba-tiba ada bapak-bapak yang ingin mengambil motornya juga, wajahnya sedih, sepertinya salah satu sanak familinya dirawat di RS itu, si mas tukang parkir nahan bapaknya minta bayaran, si bapak bilang mau ke apotek kota untuk nebus obat karena di apotek RS stoknya lagi habis, dan dia bilang dia nginap di sini, otomatis akan balik lagi dan akan keluar terus untuk urus ini-itu, apakah harus bayar terus? Saya sedih ngeliatnya. Mas tukang parkir marah-marah, emosi, dan ya Rabbi malas banget saya ngingetnya. Setelah si bapak bayar DUA RIBU TANPA KARCIS, mas parkiran balik ke saya lagi.)
m: "Dua ribu, Cewek." (saya tetap tegas menyodorkan seribu dan diterima dengan wajah bersungut-sungut, dan oh yes, sambil memaki-maki saya. Saya ngeloyor pergi dan istighfar berulang kali.)
Pelit banget, Ki?
Oh, teman, kalau kalian bisa bayangkan nih, ada ratusan motor yang terparkir di sana. Berapa banyak uang seribuan atau bahkan dua ribuan yang mereka kumpulkan dari hasil, maaf, memajak para pemarkir motor, tanpa ngasih mereka karcis sebagai tanda bukti? Artinya, haya sepersekian dari yang mereka dapatkan itu yang masuk ke negara melalui dinas terkait. Gengs, ini bukan masalah pelit atau tidak, tapi ini masalah yang menunjukkan kalau di negara kita, Indonesia, itu sangat krisis akan kejujuran. Gila, kali ini saya serius banget nulis ini, sambil berusaha untuk tidak misuh-misuh alias mengumpat. I swear.
Ada banyak sekali hal demikian, yang bagi kebanyakan orang adalah hal wajar, terjadi di sekitar kita. I mean, kejahatan kecil itu mereka anggap biasa saja, dan bahkan mereka juga ambil bagian di dalamnya. Saya ndak bilang kalau diri saya sempurna atau bersih, tapi saya sangat-sangat-sangat berusaha keras untuk menolak keras hal begituan. Duh, maaf bahasanya kacau, but you got my point, right?
Banyak banget, Gengs. Skaing banyaknya, saya kayak sedih banget mikiri Indonesia. Serius, sounds lebay tapi saya amat serius. Dari mulai di jalanan misalnya, ada banyak banget hal menyebalkan yang dibiarkan aja gitu sama banyak orang.
Baca di sini soal cerita pengendara nyebelin.
Jadi begitulah. Ini jelek banget, tapi kenyataan. Sad truth. saya yakin, kalau kita bisa membangun karakter seseorang, which is butuh waktu, saya yakin banget kalau Indonesia masih punya harapan untuk jauh lebih baik ke depannya. Yuk ah, sama-sama berproses jadi baik. :')
Comments
Post a Comment