Keluarga Cemara; Babasal Mombasa
Source
Somewhere between all our laughs, long talks, stupid little fights, and all our lame jokes, I fell in love..."
Iya, judulnya apa banget, Teman. Tapi serius, di Babasal mombasa memang kita punya sosok abah, dan semua personilnya saling melengkapi dengan cara yang paling sederhana. Kenalnya belum lama, hanya beberapa di antara mereka yang memang sudah saya tahu sejak tahun-tahun yang lampau, seperti Ika yang jadi kawan zaman SMP dan SMA saya, dan juga Kak Ama yang sudah tukar sapa sekira tiga tahun yang lalu, atau juga Pak wahid dan Kak Mono. Selebihnya, mereka benar-benar baru.
Ah, ya, saya tipe orang yang agak risih dengan pertemuan-pertemuan pertama. Ibaratnya, serisih kamu pertama kali masuk ke rumah yang asing, yang sejatinya bakal jadi rumah tempat kamu tinggal di waktu yang lama. Awal-awal akan terasa risih, bingung di mana letak piring dan sendok, bingung ketika ingin tidur apakah bisa lelap atau tidak, tapi lama-lama akan terbiasa. Lekat. Akrab. Seakrab kamu membaui baju daster ibumu. Seperti itu.
Babasal Mombasa. Begitu akhirnya kami menamainya. Kami, yang pada awalnya hanya berisi saya dan tiga kawan lainnya; Kak Ama, Kak Ali, Pak Wahid. Saya juga sudah lupa bagaimana awal sehingga kemudian kami memutuskan untuk membikin komunitas ini.
Akhirnya semua jadi lebih besar, setidaknya, grup yang awalnya hanya diisi oleh berempat dari kami, lama-kelamaan bertambah banyak. Ada yang datang dari seberang pulau, tetangga dekat rumah, teman sepermainan, dan bahkan sosok-sosok hebat yang saya tidak pernah menyangka akan sedekat ini dengan mereka. Tapi ya, semua tidak berjalan mulus. Ada yang datang lalu pergi. Singgah sebentar lalu hilang tanpa ada kata pisah. Kesimpulannya, terjal.
Tentu saja tidak semua demikian. Ada satu dua orang yang tetap bersetia. Bahkan, tanpa ragu mereka ikut ngajak teman dan kerabatnya untuk terjun di sini. Akhirnya, kita punya cukup banyak keluarga untuk membikin "ombak" yang lebih besar. Jadilah baru-baru ini kegiatan pembuka bertajuk workshop kepenulisan kami gelar, sebagai tanda kenalan akan ada kegiatan Festival Sastra Banggai di April 2017 nanti, di Luwuk.
Semuanya berjalan, lagi-lagi tidak mudah. Kami menghabiskan banyak siang dan juga malam dengan pikiran yang bertumpuk di kepala. Sesak. Tapi pada akhirnya, kegiatan berjalan lancar walau dengan berbagai masalah. Semuanya lega. Semuanya bahagia.
Pada akhirnya, semoga Babasal Mombasa akan tetap jadi keluarga yang penuh cinta ke depannya. Tidak peduli ada berapa banyak masalah yang dihadapi, semoga Babasal Mombasa akan selalu menjadi rumah bagi penghuninya. Sebab, selalu akan ada alasan untuk pulang ke rumah. Bole bagitu?
p.s: Kalau kalian ingin tengok seputar kegiatan kami, bisa cek di sini atau di sini, kalau mau daftar jadi relawan untuk FSB nanti, boleh banget, cek di sini saja. Terima kasih.
Kantor, 18:34 dengan dengung pendingin udara yang luar biasa.
Kiki.
Rumah :') |
Boleh skali utus. Bemana depe cara supa bisa ba gabung dn komiu-komiu ee.? Sa suka mo ba gabung.
ReplyDelete