Sajak Sederhana; dari perempuanmu, untuk perempuanku
Tujuh Agustus, empat puluh tujuh tahun silam
sejak waktu berderak di situ
kau hadir sebagai anugerah
buat mereka, pun buat saya
doa melejit satu-satu
dari bibir-bibir penuh getar bahagia
melejit ke langit, menggedor arsyNYA
Enam juni, sembilan belas tahun yang dahulu
doa kembali pecah satu-satu
dari bibir-bibir kalap senyum
buatku
yang kau sebut perempuanmu
Aku mendekap hangat
menyapih pada dada putihmu
merasai hangat
meresap kasih
sejak itu aku tahu
sejak itu aku paham
kau, adalah cinta tanpa batas akhir
Mata cokelatmu selalu berkilat-kilat
saat mulai aku tengkurap, merangkak lalu berjalan dengan kedua kaki gempalku
kau tersenyum sekuat doa
Mata cokelatmu kembali berkilat berbinar
saat aku mulai berlarian dengan seragam
merah, biru, abu-abu lalu menjemput toga
kau berseru syukur
sambil melanjut doa yang tak pernah terukur
Bagimu,
aku perempuanmu
kau selalu mengecupi mataku satu-satu
berturut-turut bau suarku
Bagiku,
kau perempuanku
berjanji dari relung hati
berdoa untukmu di sepanjang detik
-enam belas desember pada saat jarum jam terpaku di angka tiga.
(puisi ini sedang diikutkan pada lomba menulis puisi #KBMAward yang diadakan oleh Klub Buku Makassar dan Kak @hujanrintih2 dalam rangka menyambut hari ibu)
Nulis untuk ibu tuh emang gak akan pernah ada abisnya ya mbak, kata-kata berasa ngalir dengan tulusnya <3
ReplyDeleteSalam,
Senya